Tuesday, September 3, 2019

"PR" Jokowi, Ketidaksetujuan Publik akan Pemindahan Ibu Kota

Presiden Joko Widodo bersama Pemerintah RI dinilai harus menjelaskan urgensi dan alasan pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Kalimantan Timur secara terbuka kepada publik. 

Ini berdasarkan hasil survei lembaga riset Media Survei Nasional (Median) yang menunjukkan bahwa mayoritas publik tidak setuju dengan rencana pemindahan ibu kota. 

"Sosialisasi presiden dan timnya terhadap rencana pemindahan itu terjadi dengan baik tetapi sosialisasi terhadap alasan dan urgensi kenapa harus pindah itu yang belum selesai," kata Direktur Eksekutif Median Rico Marbun dalam konferensi pers di kawasan Cikini, Selasa (3/9/2019) kemarin. 

Survei menunjukkan, 45,3 persen responden menolak pemindahan ibu kota. 

Sementara itu, hanya 40,7 persen responden yang menyetujui pemindahan ibu kota dan 14 persen responden mengaku tidak tahu. 

Rico menyampaikan, mayoritas masyarakat Indonesia tidak menyetujui rencana pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Kalimantan Timur karena masalah ekonomi. 

Hasil survei yang dikerjakan Median menunjukkan, 15 persen responden menilai pemerintah mestinya menyelesaikan masalah ekonomi dan pengangguran terlebih dahulu. 

"Jadi publik masih merasakan bahwa masalah pengangguran masalah kesejahteraan masalah tingkat ekonomi itu seharusnya lebih cepat lebih dulu diselesaikan oleh Presiden," kata Rico. 

Ia juga menyampaikan, masyarakat khawatir proyek pemindahan ibu kota akan membengkakan pengeluaran negara. 

Apalagi, pembangunan sebuah kota baru dari nol akan memakan banyak biaya.


Selain itu, 9,3 persen responden menilai pemerintah mestinya menyelesaikan konflik yang ada di Papua terlebih dahulu ketimbang menggembar-gemborkan rencana pemindahan ibu kota. 
"Ketidakpercayaan diri publik terhadap situasi ekonomi dan perkembangan terakhir di Papua itu sebenarnya dua alasan utama kenapa akhirnya publik itu melihat bahwa rencana pemindahan ini sebenarnya tidak terlalu urgent untuk dilakukan dengan segera," ujar Rico. 

Rico mengatakan, 58,6 persen responden pun menilai ada hal lain yang lebih mendesak untuk dikerjakan pemerintah dibandingkan pemindahan ibu kota, yakni permasalahan ekonomi, kemiskinan dan kesejahteraan, serta pengangguran dan lapangan kerja. 

Sementara itu, alasan-alasan yang membuat masyarakat mendukung pemindahan ibu kota yakni pemerataan ekonomi, mengurangi kepadat penduduk di Jakarta, serta sekadar mengikuti keputusan Pemerintah. 

"Yang menyatakan setuju itu sebenarnya beririsan dengan argumentasi Pak Jokowi pada saat beliau melakukan konferensi pers," kata Rico. 

Publik perlu diyakinkan  

Rico mengatakan, pemerintah harus meyakinkan publik bahwa pemindahan ibu kota adalah kebijakan yang tepat dan didasari oleh persiapan yang matang. 

Oleh karena itu, pemerintah semestinya membuka kajian akademik yang mendasari wacana tersebut. 

"Yang kita butuhkan, masyarakat, itu adalah ini kajian akademik bagaimana, kan itu kita butuhkan, benar enggak ini bisa efisien? Benar enggak dengan dipindahkan ibukota itu segala sesuatunya bisa terjadi lebih baik?" kata Rico. 

Menurut dia, sampai saat ini pemerintah belum membuka diskursus tersebut kepada publik dan baru sebatas menyosialisasikan rencana pemindahan ibu kota tanpa membeberkan alasan-alasan di baliknya secara mendetail.


"Kita enggak tahu itu alasan utama pemindahan, hitung-hitungannya bagaimana, kemudian kalau misalnya nanti pembiayaan ternyata ada proses tukar guling misalnya nanti yang menguasai gedung-gedung pemerintah di Jakarta ini siapa," ujar Rico. 

Akibatnya, kata Riko, publik pun meragukan keseriusan Pemerintah dalam merencanakan pemindahan ibu kota ke Kalimantan Timur sehingga masih banyak publik yang menolak rencana tersebut. 

"Mereka ada ragu-ragu, jangan-jangan nanti akan ada pembengkakan anggaran jangan-jangan nanti efisiensi yang tadinya itu digembar-gemborkan justru tidak tercapai," ujar Rico. 

Menurut Rico, hasil survei yang dilakukan Median itu menjadi alarm bagi Pemerintah. 

Sebab, ketidaksetujuan publik atas rencana pemindahan ibu kota bisa saja menghambat pembahasan di DPR. 

Apalagi, partai-partai politik akan sangat memperhatikan aspirasi konstituennya. 

Berdasarkan hasil survei Median, hanya konstituen Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang solid mendukung pemindahan ibu kota. 

Data yang dirilis median menunjukkan, 45,3 persen konstituen PDI-P mendukung rencana pemindahan ibu kota sedangkan 39,7 persen konstituen lainnya tidak menyetujui rencana itu. 
Angka tersebut berbanding terbalik dengan hasil survei konstituen Partai Golkar yang 47,3 persen konstituennya tidak menyetujui pemindahan ibu kota berbanding 31,6 persen yang mendukung. 

Perbedaan itu semakin lebar bila melihat hasil survei dari konstituen partai oposisi.

Sebanyak 57,6 persen konstituen Partai Gerindra, 50 persen konstituen Partai Demokrat, 55,5 konstituen PKS, dan 60 persen konstituen PAN tegas menyatakan tidak setuju dengan pemindahan ibu kota. 

"Jangan sampai nanti misalnya presiden sudah menetukan, ternyata partai politik yang ada di DPR karena melihat bahwa sebagian besar konstituennya itu tidak mendukung keputusan Pak Jokowi akhirnya memutuskan untuk menolak (ibu kota pindah)," kata Rico. 

Survei tersebut digelar pada 26-30 Agustus 2019 lalu melibatkan 1.000 responden. 

Survei yang dilakukan dengan metode multistage random sampling ini memiliki margin of error sebesar 3,09 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen. 

Presiden Joko Widodo mengumumkan ibu kota baru berada di Kalimantan Timur. Hal itu disampaikan Jokowi dalam konferensi pers di Istana Negara, Jakarta, Senin (26/8/2019) lalu. 

"Lokasi ibu kota baru yang paling ideal adalah di sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian di Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur," kata Jokowi

No comments:

Post a Comment