Wednesday, October 16, 2019

Tanpa Tanda Tangan Presiden, UU KPK Hasil Revisi Resmi Berlaku

Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hasil revisi mulai berlaku Kamis (17/10/2019) ini. 

Meski tanpa tanda tangan Presiden Joko Widodo, UU itu otomatis berlaku terhitung 30 hari setelah disahkan di paripurna DPR, 17 September lalu. 

Ketentuan ini tercantum di dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, tepatnya pada Pasal 73 ayat 1 dan ayat 2. 

Pasal 73 ayat 1 menyatakan, "rancangan Undang-Undang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 disahkan oleh Presiden dengan membubuhkan tanda tangan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak Rancangan Undang-Undang tersebut disetujui bersama oleh DPR dan Presiden". 

Lalu, Pasal 73 ayat 2 berbunyi, "dalam hal Rancangan Undang-Undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak ditandatangani oleh Presiden dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak Rancangan Undang-Undang tersebut disetujui bersama, Rancangan Undang-Undang tersebut sah menjadi Undang-Undang dan wajib diundangkan". 

Melemahkan KPK 

UU KPK hasil revisi ini sendiri ramai-ramai ditolak aktivis antikorupsi lantaran dinilai disusun terburu-buru tanpa melibatkan masyarakat dan unsur pimpinan KPK. 

Isi UU KPK yang baru ini juga dinilai mengandung banyak pasal yang dapat melemahkan kerja lembaga antirasuah. 

Misalnya, KPK yang berstatus lembaga negara serta pegawai KPK yang berstatus ASN dapat mengganggu independensi. 

Dibentuknya dewan pengawas dan penyadapan harus seizin dewan pengawas dinilai dapat mengganggu penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan KPK. 

Selain itu, kewenangan KPK menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) dalam jangka waktu dua tahun juga dinilai bisa membuat KPK kesulitan menangani kasus besar dan kompleks. 

Total, pihak KPK menemukan 26 poin di dalam UU hasil revisi yang bisa melemahkan kerja KPK dalam pemberantasan korupsi. 

Para pimpinan KPK, pegiat antikorupsi hingga mahasiswa pun menuntut Presiden Joko Widodo mencabut UU KPK hasil revisi lewat peraturan pemerintah pengganti undang-undang ( Perppu). 

Bahkan, elemen mahasiswa beberapa kali turun ke jalan untuk menyampaikan tuntutannya. Bentrokan dengan aparat tak terhindarkan hingga memakan korban luka-luka dan korban jiwa. 

Perppu Belum Terbit 

Setelah aksi unjuk rasa besar-besaran menolak UU KPK hasil revisi itu, Presiden Jokowi menyatakan mempertimbangkan untuk menerbitkan Perppu. 

Namun sampai Rabu (16/9/2019) kemarin Perppu tidak kunjung terbit.


Pelaksana Tugas Menteri Hukum dan HAM Tjahjo Kumolo memastikan, tidak ada arahan Presiden untuk menerbitkan Perppu KPK. 

"Enggak ada (arahan menerbitkan Perppu). Tadi hanya bahas TPA (tim penilaian akhir)," kata Tjahjo usai menghadap Jokowi di Istana, Rabu. 

Rencana Presiden Jokowi untuk menerbitkan Perppu ini belakangan memang mendapatkan penolakan dari partai politik pendukungnya sendiri. 

Diketahui, Perppu tetap harus membutuhkan persetujuan parpol yang duduk di fraksi DPR. 
PDI-P sebagai partai utama pengusung Jokowi sekaligus pemilik kursi terbanyak di parlemen sudah menyatakan menolak jika Presiden menerbitkan Perppu. 

Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh bahkan mengingatkan Presiden dapat dimakzulkan apabila nekat menerbitkan Perppu. 

Presiden Jokowi yang ditanyai seputar Perppu bergeming. 

Pada Rabu kemarin misalnya, Jokowi hanya tersenyum dan terdiam ketika wartawan bertanya apakah ia jadi menerbitkan Perppu. 

Ketua MPR RI Bambang Soesatyo dan Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah yang berdiri di sebelah Jokowi justru pasang badan dan meminta wartawan untuk tak bertanya seputar topik Perppu KPK lantaran tak sesuai konteks acara. 

Demonstrasi 

Situasi ini pun memaksa mahasiswa kembali turun ke jalan. Gema seruan demonstrasi berkumandang di media sosial. 

Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM-SI) se Jabodetabek-Banten misalnya, menyerukan aksi #tuntaskanreformasi mendesak Perppu KPK. 

Mereka mengagdenakan turun ke jalan pada Kamis (17/10/2019) hari ini, berlokasi di Istana Negara, Jakarta. 

Seruan diunggah melalui postingan sosial media Instagram BEM SI dengan alamat @bem_si, Rabu sore. 

Ghozi Basyir Koordinator Media BEM SI saat dikonfirmasi membenarkan soal seruan aksi dan rencana demonstrasi mahasiswa tersebut di Istana Negara. 

"Benar, benaran ada aksi," kata Ghozi sebagaimana dikutip Antara. 

Ia mengatakan, demonstrasi ini akan diikuti oleh mahasiswa dari aliansi BEM SI Jabodetabek dan Banten, dengan estimasi massa sekitar 2.000 orang. 

Aksi ini direncanakan dimulai pukul 13.00 WIB sampai selesai sekitar pukul 18.00 WIB. 

No comments:

Post a Comment