Thursday, October 10, 2019

Memaknai Arti Totalitas dari Seorang "Joker"


Bulan Oktober  2019 ini bisa dibilang sebagai bulannya Joker. Film yang menceritakan awal mula "kelahiran" sang villain legendaris dari superhero Batman ini memang mengundang pujian dari banyak kalangan. 

Mulai dari standing applause selama 8 menit pada Venice Film Festival, hingga rating bernilai 10 yang diberikan oleh beberapa kritikus sudah cukup menjadi bukti betapa bagusnya film ini. 

Bahkan sejak awal pemutarannya di bioskop-bioskop seluruh dunia hingga sekarang, film Joker menduduki tangga tertinggi box office. Mungkin label "bagus" dari film ini bisa dibilang relatif. 

Sebagian orang bisa saja beranggapan demikian, sedangkan sebagian yang lain mungkin saja memiliki penilaian yang sebaliknya. Akan tetapi satu hal yang cukup membuat salut banyak orang adalah perihal kualitas akting sang pemeran utama Joker, Joaquin Phoenix.


Joaquin Phoenix benar-benar menunjukkan kualitas akting yang mumpuni. "Pengorbannya" yang bersedia menghilangkan berat badannya hingga 25 kg hanyalah salah satu bukti. 

Ia juga sampai harus "belajar" kepada orang "gila" sungguhan untuk mendapatkan feel tawa menyedihkan ala Joker. Sebuah sikap yang memberi kita pembelajaran akan arti sebuah totalitas. 

Sebelumnya, Heath Ledger pun juga melakukan langkah serupa dalam rangka mendalami perannya sebagi seorang Joker. Meskipun pada akhirnya hal itu juga yang membuat sang aktor depresi karena menyelami peran Joker terlalu dalam hingga berujung pada kematiannya.


Makna Sebuah Totalitas

Seringkali kita memaknai arti totalitas itu sebatas pada kesediaan untuk berkorban. Padahal totalitas memiliki beberapa aspek lain yang juga tidak kalah pentingnya dibandingkan komitmen untuk mengorbankan hal-hal penting di kehidupan kita. 

Berikut adalah beberapa sikap yang menjadi penopang dari totalitas tersebut :

1. Kesediaan untuk Berkorban

Kerelaan atau kesediaan kita untuk mengorbankan hal-hal penting di kehidupan kita merupakan wujud penuangan dari sikap total terhadap sesuatu. 

Seorang aktor yang totalitas terhadap aktingnya, seorang pekerja yang totalitas dalam menjalankan pekerjaannya, seorang guru yang totalitas dalam mengajar murid-muridnya, seorang dokter yang totalitas mengobati para pasiennya, dan lain sebagainya. 

Pada dasarnya segala jenis profesi memerlukan totalitas dari sang empunya profesi itu. Sehingga kualitas hasil kerja bisa tercapai secara maksimal.

Pengorbanan bisa berupa waktu, tenaga, finansial, dan lain sebagainya. Umumnya hal-hal yang menjadi "objek" untuk dikorbankan itu adalah sesuatu yang memiliki arti penting bagi kehidupan kita pribadi. 

Waktu yang semestinya bisa kita pakai untuk bersantai tidak jarang harus dikorbankan demi menunaikan sebuah tugas "negara". 

Uang yang semestinya diperuntukkan untuk keperluan lain terkadang harus dikeluaran demi menalangi hal-hal yang berkaitan dengan profesi. Bahkan fisik pun rela "disakiti" demi mencapai standar profesi sebagaimana sosok Joaquin Phoenix yang melakukan diet hingga 25 kg menghilangkan berat tubuhnya. 

Sebuah langkah yang juga pernah ditempuh oleh Christian Bale saat hendak mengambil peran pada film The Machinist. Pada akhirnya pengorbanan yang mereka lakukan diganjar oleh hasil pencapaian film yang memuaskan.\

2. Giat Mencari Refferensi

Bagi seorang aktor, mendalami peran yang dijalani adalah suatu keharusan. Meskipun begitu, masih banyak dari para aktor dan aktris tersebut yang belum mampu beraksi secara maksimal atau cenderung buruk dalam melakoni perannya. 

Sehingga sebagian aktris dan aktor yang lain sampai merasa perlu untuk melakukan riset khusus guna mendalami seluk beluk tokoh yang ia perankan. 

Joaquin Phoenix mampu menunjukkan tawa menyedihkan ala Joker setelah ia "belajar langsung" dari orang-orang yang mengalami gangguan tawa atau sejenis gangguan tertawa yang tidak bisa dikontrol. Hal ini ia lakukan agar kualitas aktingnya benar-benar terlihat natural.

3. Pemahaman Utuh

Banyak yang beranggapan bahwa film Joker berpotensi menginspirasi penontonnya untuk melakukan tindak kejahatan. Anggapan ini mungkin tidak akan muncul apabila kualitas peran Joker biasa-biasa saja. Namun pembawaan yang seakan begitu nyata oleh Joaquin Phoenix telah menciptakan kesan gelap atas pribadi Joker itu sendiri. 

Hal ini tidak mungkin terjadi apabila sang aktor tidak memiliki pemahaman yang sempurna terhadap sosok Joker.

Interpretasi dari Joaquin Phoenix dalam melihat karakter Joker secara menyeluruh berhasil menyibak hal-hal lain yang barangkali luput dari perhatian beberapa pemeran terdahulu. Apa yang ditunjukkan oleh sang aktor terbukti membawa dimensi baru tentang siapa sebenarnya sosok clown prince of crime ini.

4. Berani Berkata "Tidak"

Pada saat-saat tertentu adakalanya kita perlu berkata "tidak" terhadap sesuatu hal. Pada saat proses syuting film Joker ini dilakukan, Joaquin Phoenix dan Robert de Niro sempat berseteru. 

Gegaranya adalah Joaquin Phonix menolak permintaan Robert de Niro untuk membaca ulang transkrip naskah percakapan pada salah satu adegan yang melibatkan keduanya. Tanpa dinyana ternyata "konflik" kecil ini malah justru memunculkan kualitas adegan yang maksimal diantara keduanya.

Berani berkata tidak itu bukan berarti kita menjadi seseorang yang suka melakukan penolakan. 

Akan tetapi hal itu didasari oleh keyakinan bahwa pemahaman yang kita miliki adakalanya harus lebih diutamakan daripada pemahaman milik orang lain. Kita harus memiliki pendirian untuk memastikan bahwa pemahaman yang kita miliki itu benar-benar bisa dituangkan dalam sebuah karya nyata.

***

Kesediaan untuk berkorban, antusiame untuk mencari refferensi, pemahaman yang utuh, dan keberanian untuk berkata "tidak" adalah beberapa hal yang menjadi kunci untuk menciptakan suatu totalitas dalam bekerja ataupun berkarya. 

Totalitas tidak bisa terjadi jikalau  hanya mengedepankan pengorbanan tanpa dibarengi adanya hal lain setelahnya. 

Totalitas haruslah dimaknai secara utuh bahwa didalamnya kita perlu untuk berkorban sembari terus belajar hal-hal baru hingga kita memiliki pemahaman yang utuh terhadap sesuatu yang ingin kita kerjakan tersebut. 

Selaras dengan hal itu, kita mesti tahu kapan saatnya untuk berkata "tidak".


No comments:

Post a Comment